Sabtu, 08 Mei 2010

PENYAKIT KANDUNG EMPEDU

KOLELITIASIS (BATU EMPEDU)

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.1

Di negara Barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%).2

Patogenesis dan Tipe Batu1,2

Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu. Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat. Oleh karena itu, terdapat tiga kondisi yang harus dipenuhi agar terjadi batu empedu kolesterol; (1) empedu harus mengalami supersaturasi oleh kolesterol, (2) pembentukan intibatu (nukleasi) dimungkinkan secara kinetis, dan (3) kristal kolesterol yang terbentuk harus berada cukup lama di kandung empedu agar dapat membentuk batu. Nukleasi dipercepat oleh mikropresipitasi garam kalsium inorganik dan organik, yang berfungsi sebagai tempat nukleasi bagi batu kolesterol: protein dalam empedu juga diduga berperan. Statis kandung empedu berperan penting dalam pembentukan dan pertumbuhan batu. Seiring dengan semakin pekatnya empedu saat disimpan di kandung empedu, tingkat kejenuhan kolesterol di dalam empedu juga semakin meningkat.

Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu: 1) batu kolesterol di mana komposisi kolesterol melebihi 70%, 2) batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama, dan 3) batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.

Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktifitas enzim β-glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peranan kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim β-glucuronidase bakteri berasal dari kuman E.coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.

Faktor Resiko2

- Usia dan Jenis Kelamin. Prevalensi batu empedu menignkat seumur hidup. Di Amerika Serikat, kurang dari 5% hingga 6% populasi yang berusia kurang dari 40 tahun mengidap batu, berbeda dengan 25% hingga 30% pada usia lebih dari 80 tahun. Prevalensi pada perempuan berkulit putih adalah sekitar dua kali dibandingkan laki-laki.

- Etnik dan geografik. Prevalensi batu empedu kolesterol mendekati 75% pada populasi Amerika asli (suku Pima, hopi, dan Navajo) sedangkan batu pigmen jarang; prevalensi berkaitan dengan hipersekresi kolesterol empedu.

- Lingkungan. Pengaruh estrogen, termasuk kontrasepsi oral dan kehamilan, meningkatkan penyerapan dan sisntesis kolesterol sehingga terjadi peningkatan ekskresi kolesterol dalam empedu. Kegemukan, penurunan berat yang cepat, dan terapi dengan obat antikolesterolemia juga dilaporkan berkaitan erat dengan peningkatan sekresi kolesterol empedu.

- Penyakit didapat. Setiap keadaan dengan motilitas kandung empedu yang berkurang mempermudah terbentuknya batu empedu, seperti kehamilan, penurunan berat badan yang cepat, dan cedera medula spinalis.

- Hereditas.

Gejala Klinis1,2

Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun. 70% - 80% pasien tetap asimtomatik seumur hidupnya, sisanya memperlihatkan gejala dengan kecepatam 1% hingga 3% per tahun. Gejalanya: nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti kolik (spasmodik) akibat obstruksi kandung empedu atau saat batu empedu bergerak ke hilir dan tersangkut di saluran empedu. Penyulit yang lebih parah adalah empiema, perforasi, fistula, peradangan saluran empedu, dan pankreatitis atau kolestasis obstruktif. Semakin besar batu, semakin kecil kemungkinannya batu tersebut masuk ke duktus kistika atau duktus komunis untuk menimbulkan obstruksi. Kadang-kadang, batu besar dapat menimbulkan erosi secara langsung terhadap lengkung usus halus di dekatnya, menimbulkan obstruksi usus.

Pasien batu empedu dapat dibagi menjadi : pasien dengan asimtonatik, pasien dengan batu empedu simtomatik dan pasien dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus, kolangitis, dan pankreatitis)

Diagnosis1

Endoscopic Ultrasonography (EUS)

EUS adalah suatu metode pemeriksaan dengan memakai instrumen gastroskop dengan echoprobe di ujung skop yang terus dapat berputar. Dibandingkan dengan ultrasound transabdominal, EUS akan memberikan gambaran pencitraan yang jauh lebih luas sebab echoprobe ditaruh di dekat organ yang diperiksa.

Di dalam suatu studi EUS lebih sensitif dibandingkan dengan Ultrasound (US) dan CT dalam mendiagnosis batu saluran empedu bila saluran tidak melebar. EUS juga sensitif dibandingkan US transabdominal atau CT untuk batu dengan diameter kurang dari 1 cm.

Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)

MRCP adalah teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kotntras, instrumen dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.

Tatalaksana1

Untuk batu kandung empedu simtomatik, teknik kolesistektomi laparoskopik menggantikan teknik operasi kolesistektomi terbuka pada sebagian besar kasus. Kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan invasif minimal di dalam rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum, sistem endokamera dan instrumen khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung kandung empedunya.

KOLESISTITIS

Kolesistitis Kalkulosa Akut

Peradangan akut kandung empedu yang mengandung batu disebut kolesistitis kalkulosa akut dan dipicu oleh obstruksi leher kandung empedu atau duktus sistikus. Penyakit ini adalah penyulit utama tersering pada batu empedu dan penyebab tersering dilakukannya kolesistektomi darurat. Gejala kolesistitis kalkulosa akut bisa tidak menimbulkan gejala atau memperlihatkan gejala hebat, dengan nyeri abdomen atas yang hebat dan menetap dan sering menyebar ke bahu kanan. Kadang-kadang jika batu terletak di leher kandung empedu atau di duktus, nyeri bersifat kolik. Demam, mual, leukositosis, dan lemah merupakan gejala klasik. Adanya hiperbilirubinemia terkonjugasi mengisyaratkan obstruksi duktus biliaris komunis. Regio subkosta kanan sangat nyeri jika ditekan dan kaku akibat spasme otot abdomen, kadang-kadang dapat diraba kandung empedu yang membesar dan nyeri tekan. Serangan ringan biasanya mereda sendiri dalam 1 hingga 10 hari, namun sering terjadi kekambuhan.

Kolesistitis kalkulosa akut pada awalnya adalah akibat iritasi kimiawi dan peradangan dinding kandung empedu dalam kaitannya dengan hambatan aliran keluar empedu. Fosfolipase yang berasal dari mukosa menghidrolisis lesitin empedu menjadi lisolesitin, yang bersifat toksik bagi mukosa. Lapisan mukosa glikoprotein yang secara normal bersifat protektif rusak, sehingga epitel mukosa terpajan langsung ke efek detergen garam empedu. Prostaglandin yang dibebaskan di dalam dinding kandung empedu yang teregang ikut berperan dalam peradangan mukosa dan mural. Peregangan dan peningkatan tekanan intralumen juga dapat menganggu aliran darah ke mukosa. Proses ini terjadi tanpa ada infeksi bakteri, baru setelah proses berlangsung cukup lama terjadi kontaminasi oleh bakteri.

Kolesistitis Akalkulosa Akut

Antara 5% hingga 12% kandung empedu yang diangkat atas indikasi kolesistitis akut tidak berisi batu empedu. Sebagian besar kasus ini terjadi pada pasien yang sakit berat: (1) keadaan pascaoperasi mayor nonbiliaris, (2) trauma berat (misal, kecelakaan lalu lintas), (3) luka bakar luas, dan (4) sepsis. Diperkirakan terdapat banyak faktor yang berperan dalam kolesistitis akalkulosa, termasuk dehidrasi, statis dan pengendapan dalam kandung empedu, gangguan pembuluh darah, dan akhirnya kontaminasi bakteri.

Kolesistits Kronis

Kolesistitis kronis mungkin merupakan kelanjutan dari kolesistitis akut berulang, tetapi pada umumnya keadaan ini timbul tanpa riwayat serangan akut. Seperti kolesistitits akut, kolesistitits kronis hampir selalu berkaitan dengan batu empedu. Namun, batu empedu tidak berperan langsung dalam inisiasi peradangan atau timbulnya nyeri, terutama karena kolesistitis akalkulosa kronis memperlihatkan gejala dan histologi yang serupa dengan bentuk kalkulosa. Supersaturasi empedu mempermudah terjadinya peradangan kronis dan pada sebagian besar kasus pembentukan batu.

Kolesistitis kronis tidak memperlihatkan gejala mencolok seperti pada bentuk akut dan biasanya ditandai dengan serangan berulang nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas yang bersifat kolik atau menetap. Mual, muntah dan intoleransi terhadap makanan berlemak juga sering terjadi.


Pengobatan

Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antipasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E.coli, strep. Faecalis dan Klebsiella.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar