Selasa, 04 Mei 2010

Obstruksi pada Gastrointestinal

OBSTRUKSI USUS

Obstruksi dapat diklasifikasikan sebagai obstruksi sederhana dan strangulasi. Obstruksi sederhana menyebabkan kegagalan gerak maju aliran isi lumen menjauhi mulut. Obstruksi strangulasi disertai dengan kerusakan aliran darah ke usus di samping obstruksi aliran isi lumen, jika tidak cepat diperbaiki dapat menimbulkan infark usus dan perforasi.

Gejala-gejala klasih obstruksi adalah mual, muntah, perut kembung, dan obstipasi. Obstruksi letak tinggi pada saluran usus melibatkan duodenum atau jejunum proksimal mengakibatkan muntah yang banyak, sering dan mengandung empedu. Nyerinya hilang timbul dan biasanya sembuh setelah muntah. Nyeri terlokalisasi di daerah epigastrium atau daerah periumbilikalis dan perut sedikit kembun. Obstruksi dibagian bawah distal usus halus menyebabkan kembung perut, sedang atau berat, dengan emesis yang semakin kotor. Nyeri biasanya merata diseluruh perut.

1. Obstruksi Duodenum

Atresia duodenum diduga timbul dari kegagalan rekanalisasi lumen setelah fase padat pada perkembangan usus selama masa kehamilan minggu ke-4 dam ke-5. Insidens atresia duodenum adalah 1:10.000 kelahiran. Setengah dari penderita dilahirkan prematur. Atresia duodenum mempunyai beberapa bentuk, yang meliputi obstruksi lumen oleh membran utuh, tali fibrosa yang menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung duodenum yang tidak bersambung. Penyebab obstruksi yang tidak lazim adalah jaringan “windsock”, yakni suatu flap jaringan yang dapat mengembang yang terjadi karena anomali saluran empedu. Bentuk atresia membranosa adalah yang paling sering, obstruksinya terjadi di sebelah distal ampula Vateri pada kebanyakan penderita. Obstruksi duodenum dapat juga disebabkan oleh kompresi ekstrinsik seperti pankreas anulare atau oleh pita-pita Ladd pada penderita dengan malrotasi. Sindrom down terjadi pada 20%-30% penderita atresia duodenum. Anomali bawaan lain yang disertai atresia duodenum adalah malrotasi (20%), atresia esofagus (10-20%), penyakit jantung bawaan (10-15%), dan anomali anorektal serta ginjal (5%).

Manifestasi Klinis. Tanda obstruksi duodenum adalah muntah yang mengandung empedu tanpa perut kembung, biasanya terjadi pada hari pertama kelahiran. Gelombang peristaltik mungkin terlihat pada awal proses penyakit ini. Ada riwayat polihidroamnion pada pertengahan kehamilan dan ini disebabkan oleh kegagalan penyerapan cairan amnion di bagian distal usus. Ikterik tampak pada sepertiga bayi. Diagnosis pada foto rontgen polos terlihat adanya gambaran tanda gelembung ganda. Gambaran ini disebabkan oleh karena lambung dan duodenum proksimal mengembang terisi udara.

Tatalaksana. Pengobatan awal bayi dengan atresia duodenum meliputi dekompresi naso- atau orogastrik dengan penggantian cairan secara intravena. Ekokardiogram dan foto rontgen dada serta tulang belakang harus dilakukan untuk mengevaluasi anomali yang lain. Operasi perbaikan atresia duodenum yang biasa adalah duodenoduodenostomi. Usus proksimal yang melebar dapat diperkecil secara perlahan dalam upaya memperbaiki peristaltik. Pipa gastrostomi dipasang untuk mengalirkan lambung dan melindungi jalan nafas. Dukungan nutrisi intravena atau pipa jejunum transanastomosis diperlukan sampai bayi mulai makan per oral. Prognosis terutama tergantung pada adanya anomali penyerta.

2. Obstruksi Jejunum dan Ileum

Ditemukan empat macam tipe atresia jejunum dan ileum. Tipe I kira-kira 20% dari atresia dan berupa diafragma intraluminal yang menyumbat lumen sementara kontuinitas antara usus proksimal dan distal tetap utuh. Pada tipe II, tali padat berdiameter kecil menghubungkan usus proksimal dan distal, meliputi sekitar 35% cacat ini. Tipe III dibagi menjadi dua sub tipe, tipe IIIa meliputi sekitar 35% dari semua atresia dan terjadi ketika kedua ujung berakhir pada lumen buntu yang disertai dengan sedikit cacat mesenterika. Tipe IIIb disertai dengan cacat mesenterika yang luas dan pasokan darah bagian distal usus tidak normal. Ileum bagian distal melingkari arteria ileokolon, yang merupakan satu-satunya pasokan darah sehingga menimbulkan gambaran “kupasan kulit apel”. Anomali ini dihubungkan dengan prematuritas, ileum distal yang sangat pendek, dan pemendekan usus yang bermakna. Tipe IV adalah atresia usus di banyak segmen. Tipe ini meliputi sekitar 5% dari semua atresia usus.

Manifestasi Klinis. Anomali ekstra gastrointestium jarang terjadi pada atresia bagian usus lainnya. Diagnosis atresia jejunoileum dapat ditemukan dengan ultrasonogram prenatal. Polihidroamion terjadi pada 25% penderita. Kembar monozigot mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada kembar dizigot atau tunggal. Kebanyakan bayi menampilkan gejala pada hari pertama lahir, dengan perut kembung dan muntah bercampur empedu atau aspirat lambung. 60-75% bayi gagal mengeluarkan mekonium. Ikterus umumnya ditemukan pada 1/5 sampai 1/3 penderita. Foto polos menunjukkan adanya banyak batas udara cairan atau kalsifikasi peritoneum akibat peritonitis mekoneum. Pemeriksaan dengan kontras usus bagian bawah menampilkan batas obstruksi dan membedakan atresia dari ileus mekonium, sumbatan mekonium, dan penyakit hirschprung.

Tatalaksana. Penderita yang mengalami obstruksi usus halus harus stabil dan keseimbangan cairan elektrolitnya adekuat, sebelum dilakukan upaya operasi atau foto rontgen kecuali kalau dicurigai adanya volvulus. Atresia ileum atau jejunum memerlukan reseksi bagian proksimal usus yang melebar, diikuti dengan anastomosis ujung ke ujung. Jika ada diafragma mukosa sederhana, jejunoplasti atau ileoplasti dengan eksisi parsial selaput tersebut merupakan alternatif yang dapat diterima selain reseksi.

3. Malrotasi

Malrotasi adalah rotasi usus inkomplit selama perkembangan janin. Usus mulai dengan bentuk seperti pipa lurus dari lambung sampai ke rektum. Usus tengah (duodenum distal sampai ke kolon midtransversum) mulai memanjang dan menonjol secara progresif ke arah tali pusat sampai semuanya keluar dari batas-batas rongga perut. Ketika usus yang sedang berkembang tersebut berputar di dalam dan luar rongga perut, arteria mesenterika superior yang memasok darah kebagian usus ini berperan sebagai sumbu. Duodenum, pada saat masuk kembali ke dalam rongga perut, pindah ke daerah ligamentum treitz, dan kolon yang menyertainya diarahkan ke quadran kiri atas. Sekum selanjutnya berputar berlawanan jarum jam di dalam rongga perut dan terletak di quadran kanan bawah. Duodenum menjadi terfiksasi pada dinding perut posterior sebelum kolon terputar sempurna. Setelah rotasi, kolon kanan dan kiri serta akar mesenterium menjadi terfiksasi pada perut posterior. Perlekatan ini memberikan dasar penyokong yang luas terhadap arteri mesenterika dan mesenterika superior, sehingga tertekuknya akar mesenterium dan penyusutan pasokan vaskuler. Rotasi abdomen dan perlekatan ini sudah selesai sempurna pada umur kehamilan 3 bulan.

Nonrotasi terjadi bila usus gagal berputar setelah kembali kerongga perut. Bagian pertama dan kedua duodenum berada pada posisi normalnya, tetapi bagian duodenum, jejunum, dan ileum lainnya menempati sisi kanan perut, sedangkan kolon terletak di sisi kiri. Malrotasi dan nonrotasi sering disertai dengan heterotaksia abdomen dan anomali sindrom malformasi jantung bawaan asplenia-polisplenia.

Tipe malrotasi yang paling sering adalah kegagalan sekum untuk pindah ke kuadran kanan bawah. Lokasi malrotasi sekum biasanya adalah pada daerah subhepatik. Gagalnya sekum berotasi dengan baik sering disertai dengan kegagalan pembentukan pelekatan dasar normal yang lebar ke dinding posterior perut. Mesenterium, termasuk arteria mesenterika superior, tertambat dengan tangkai yang kecil, yang dapat terpuntir, sehingga dapat menyebabkan volvulus usus tengah. Lagipula, pita-pita jaringan (pita-pita Ladd) dapat membentang mulai dari sekum sampai ke kuadran kanan attas menyilang dan kemungkinan menyumbat duodenum.

Manifestasi Klinis. Kebanyakan penderita datang pada tahun pertama setelah lahir dengan gejala-gejala obstruksi akut atau kronis. Bayi sering datang pada minggu pertama dengan muntah campur empedu dan obstruksi usus akut. Bayi yang lebih tua datang dengan nyeri perut berulang yang menyerupai kolik. Malrotasi pada anak yang lebuh tua dapat muncul dengan gejala muntah berulang, nyeri perut, atau keduanya. Kadang-kadang penderita datang dengan malabsorpsi atau enteropati penghilang protein akibat pertumbuhan bakteri berlebih.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan radiografi. Foto polos perut biasnaya tidak spesifik, tetapi dapat menunjukkan bukti adanya obstruksi duodenum dengan tanda gelembung udara ganda. Enema barium biasanya menampakkan posisi sekum, tetapi normal pada 10% penderita. Foto seri saluran cerna atas meperlihatkan malposisi ligamnetum treitz yang memastikan diagnosis malrotasi dan merupakan prosedur awal yang dilakukan pada penderita tanpa obstruksi.

Tatalaksana. Terapi malrotasi adalah operasi. Jika ada volvulus, volvulusnya direduksi dan duodenum serta jejunum atas dibebaskan dari pita-pita dan tetap berada di rongga perut bagian kanan. Kolon dibebaskan dari adhesi dan ditempatkan pada bagian kanan perut dengan sekum di kuadran kiri bawah, biasanya sekali-sekali diikuti dengan apendiktomi.

4. Intususepsi (Invaginasi)

Intususepsi terjadi jika suatu bagian saluran cerna dimasuki oleh segmen bagian bawahnya. Intususepsi sering terjadi pada umur 3 bulan sampai 6 tahun, jarang terjadi pada anak dibawah 3 bulan dan frekuensi menurun setelah 36 bulan. Beberapa intususepsi akan membaik spontan atau mengalami autoamputasi.

Etiologi dan Epidemiologi. Penyebab kebanyak intususepsi belum diketahui. Pada umur puncak insidens saluran bayi sering dimasuki maam-macam makanan baru, pembengkakan plak peyer di ileum diduga dapat merangsang peristaltik usus untuk mengeluarkan massa tersebut, sehingga menyebabkan intususepsi. Pada sekitar 5-10% penderita, dapat dikenali hal-hal pendorong untuk terjadiny intususepsi, seperti apendiks yang terbalik, divertikulum meckelli, polip usus, duplikasi, atau limfosarkoma.

Patologi. Intususepsi paling sering terjadi di ileokolon dan ileoileokolon, agak jarang sekokolon, dan jarang hanya terjadi di ileum. Bagian atas usus, yang disebut intususeptum mengalami invaginasi ke bawah (intususipien) menarik mesenteriumnya bersama-sama memasuki lumen yang menyelubunginya. Konstriksi mesenterium menyumbat aliran balik vena, selanjutnya terjadi pembengkakan intususeptum, karena edema. Perdarahan mukosa menyebabkan tinja mengandung darah, kadang-kadang mengandung mukus. Puncak intususepti dapat berjalan sampai ke kolon tranversum, desendens, sigmoid bahkan bisa sampai anus pada kasus yang dibiarkan saja. Tanda ini harus dibedakan dari prolaps rektum. Kebanyakan intususepsi tidak menjepit usus dalam 24 jam pertama, tetapi kemudian akhirnya dapat menyebabkan gangren usus dan syok.

Manifestasi Klinik. Pada beberapa kasus, nyeri kolik hebat yang timbul mendadak, hlang timbul, sering kumat disertai rasa tersiksa yang menggelisahkan dan menangis keras. Bisa terjadi syok dan terjadi kenaikan suhu tubuh sampai 410C. Nadi menjadi lemah dan kecil, pernafasan menjadi dangkal dan ngorok. Muntah terjadi pada kebanyakan kasus dan biasanya lebih sering pada fase awal. Pada fase lanjut, muntah disertai dengan empedu. Tinja dengan gambaran normal dapat dikeluarkan pada beberapa jam pertama setelah timbulnya gejala. Setelah itu, pengeluaran tinja sedikit dan sering tidak ada, dan kentut jarang dan tidak ada. 605 bayi akan mengeluarkan tinja bercampur darah berwarna merah dan mukus.

Palpasi abdomen biasanya menunjukkan sedikit nyeri tekan, ada massa berbentuk sosis (kadang-kadang sult ditemukan). Massa sosis ini mungkin membesar dan mengeras selama terjadi paroksisme nyeri dan paling sering terdapat di abdomen sebelah kanan atas, sumbu panjangnya sefalokaudal. Massa ini lebih mudah diloksalisasi dengan palpasi bimanual rektum dan abdomen diantara serangan nyeri berulang. Adanya lendir darah dijari ketika jari ditarik pada pemeriksaan rektum menyokong diagnosis intususepsi.

Diagnosis. Riwayat klinis dan temuan fisik biasanya cukup khas untuk menegakkan diagnosis. Foto polos abdomen dapat menunjukkan padatan didaerah intususepsi. Enema barium akan menunjukkan defek pengisian atau bentuk seperti mangkuk di ujung barium, karena alirannya tersumbat oleh intususepsi. Retrogesi intususepsi karena tekanan enema dan kembung usus juga berguna sebagai tanda foto rontgen. Intususepsi ileoileum biasanya tidak dapat tampak dengan enema barium, tetapi dicurigai karena adanya kembung gas pada usus di atas lesi.

Pengobatan. Reduksi intususepsi merupakan prosedur gawat darurat yang harus dilakukan segera setelah didiagnosis dan setelah persiapan cepat untuk operasi dengan caran dan darah untuk syok serta air dan elektrolit untuk mengganti cairan yang hilang. Pada lebih dari 75% kasus yang belum lama, bila tidak ada tanda-tanda kelemahan, syok, perforasi usus, pneumatosis usus, atau irritasi peritoneum, reduki intusepsi dapat dilakukan dengan tekanan hidrostatik atau pneumatik dibawh bimbingan fluroskopi atau ultrasonografi.

Daftar Pustaka

1. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia: Elsevier, 2004

2. Nobie BA. Obstruction, Small Bowel. eMedicine; 2009 Nov 12[cited 2010 Feb 23]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview.

3. Heller JL. Intestinal Obstruction. Medline Plus; 2008 Jul 23[cited 2010 Feb 23]. Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000260.htm.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar